LAPORAN KULIAH KERJA LAPANGAN (KKL)
Hasil Pengamatan Kebutuhan Belajar
di Pulau Karimunjawa
Di susun oleh :
Amilya Candra Dewi (1201412040)
Pendidikan
Luar Sekolah (PLS)
Fakultas
Ilmu Pendidikan
Universitas
Negeri Semarang
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Kuliah Kerja Lapangan ( KKL ) adalah suatu bentuk kegiatan yang
memberikan pengalaman belajar kepada mahasiswa untuk hidup di tengah - tengah
masyarakat yang mungkin tidak ditemukan dikampus, sekaligus sebagai proses
pembelajaran dan pengabdian kepada masyarakat yang sedang membangun dan
mengetahui keberhasilan dan permasalahan yang di hadapi. KKL dilaksanakan oleh
perguruan tinggi dalam upaya meningkatkan Misi dan Bobot pendidikan bagi
mahasiswa dan untuk mendapat nilai tambah yang lebih besar pada pendidikan
tinggi.
Kuliah kerja lapangan ditujukan dengan maksud meningkatkan relevansi
pendidikan tinggi dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat akan ilmu
pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dengan didasari dengan Iman dan Taqwa (IMTAK)
guna melaksanakan pembangunan dengan tumbuh dan berkembang pesat dewasa ini.
Bagi mahasiswa, kegiatan KKL harus dirasakan sebagai pengalaman belajar
yang baru yang tidak di peroleh di dalam kampus, sehingga selesainya KKL
mahasiswa akan memiliki wawasan guna bekal hidup dan bersosialisasi di tengah
masyarakat pada saat melaksanakan pengabdian kepada bangsa dan Negara di
kemudian hari.
B. Manfaat
Kuliah Kerja Lapangan
Pelaksanaan
KKL Jurusan Pendidikan Luar Sekolah (PLS) bermanfaat untuk:
1.
Mahasiswa mampu mengaplikasikan
materi yang didapatkan saat kuliah.
2.
Mahasiswa dapat menambah
pengetahuan mengenai kebutuhan belajar.
3.
Meningkatkan kemampuan, keahlian
dan profesionalitas mahasiswa sesuai dengan kompetensi jurusan.
C. Tujuan
Kuliah Kerja Lapangan
1. Mengetahui
kebutuhan belajar di Pulau Karimunjawa
2. Mengetahui
perkembangan kebutuhan belajar dari tahun sebelumnya di Pulau Karimunjawa.
BAB
II
PEMBAHASAN
Kebutuhan Belajar di Pulau Karimunjawa
Karimunjawa
adalah kepulauan di Laut Jawa yang merupakan sebuah kecamatan dan termasuk
dalam Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. Letak geografis pulau Karimunjawa 5°40΄39” - 5°55’00” LS dan 110°05΄57”
- 110°31΄15” BT. Dengan luas daratan
±1.500 hektare dan perairan ±110.000 hektare, Kepulauan ini terletak di sebelah
barat laut kota Jepara, jarak antara Jepara – Karimunjawa kurang lebih sekitar
86 KM dan ditempuh ferry selama 6 jam perjalanan laut. Karimunjawa terdiri dari
27 pulau besar dan kecil, dan 5 pulau yang perpenghuni.
Kendala letak geografis dan karakteristik wilayah kepulauan Karimunjawa
yang serba terbatas dalam berbagai akses, dipercaya menyebabkan dunia
pendidikan di wilayah ini sangat rentan tertinggal dibidang pengetahuan,
peradaban, sains, teknologi, informasi dan komunikasi.
Tingkat pendidikan rata-rata di
desa-desa di kepulauan Karimunjawa adalah tidak/belum tamat SD dan tamatan SD.
Tingkat pendidikan yang tergolong rendah ini dikarenakan anak usia sekolah
banyak bekerja membantu orang tua dan kesadaran rendah serta keterbatasan
biaya. Di kecamatan Karimunjawa saat ini tercatat terdapat 14 SD, 1 SLTP di
Pulau Karimunjawa dan 1 MTS di Pulau Kemujan serta 1 SMK Rumput Laut di Pulau
Karimunjawa.
Yang
mengenaskan, dari 14 bangunan SD hanya beberapa yang berfungsi dengan baik.
Banyak bangunan yang tidak layak sebagai tempat belajar. Akibatnya, ada
sejumlah SD terpaksa mengikuti proses belajar mengajar ikut di bangunan madrasah diniyah (Madin) atau TPQ.
Secara
demografis, masyarakat yang mengenyam pendidikan perguruan tinggi hanya 2,5 %,
SLTA 6,3 %, SLTP 8,11%, tamat SD sebanyak 62,16% dan tidak tamat SD sebanyak
1,3%. Mata pencaharian mereka umumnya nelayan dan petani.
Rendahnya
kualitas pendidikan dan SDM, akan menimbulkan ketimpangan sosial. Pada akhirnya
akan berdampak kepada keterasingan, kecemburuan dan konflik sosial. Beruntung,
hingga kini keutuhan mereka masih tetap terjaga. Hal itu tidak terlepas dari
kuatnya masyarakat sekitar memegang nilai-nilai agama yang mereka anut.
Segala persoalan dan carut marutnya pendidikan di
tengah masyarakat menjadi indikasi ketidaksiapan masyarakat Karimunjawa
menjawab tantangan masa depan.
Mengubah pola pikir masyarakat, menurutnya, tidak
segampang membalikkan telapak tangan. Contoh kecil yang masih membudaya di
tengah masyarakat Karimunjawa adalah tidak lazimnya menunda usia perkawinan
untuk sekolah. Umumnya, banyak warga yang menikah setelah lulus SD.
Minimnya sekolah lanjutan atas, juga mendukung mempercepat perkawinan
usia dini di kalangan remaja. Sedangkan lembaga pendidikan yang ada paling
tinggi hanya setingkat SLTP. Itupun jumlahnya hanya dua, yaitu SMP Karimunjawa
dan MTs Safinatul Huda.
Permasalahan dalam merintis penyelenggaraan
Program PAUD baru jalur pendidikan nonformal
yaitu Keterbatasan
daya tampung layanan kegiatan PAUD yang sudah ada belum memungkinkan untuk
membuka layanan baru karena tidak didukung oleh sarana prasarana yang
mencukupi. kendala utama yang dihadapi adalah kekurang fahaman prosedur perintisan dan minimnya sosialisasi program PAUD
nonformal.
Kebutuhan Belajar Di Pulau Genting
Program
Wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun bagi masyarakat di pulau ini hanyalah
pepesan kosong semata. Realisasinya masih jauh panggang dari api. Nikmatnya
sekolah di SMP atau SMK hanyalah mimpi indah yang tak kunjung selasai. Mereka
rata-rata hanya tamat SD, selebihnya sebagian yang mau melanjutkan ke SMP atau
SMU harus keluar pulau. Pulau terdekat yang ada SMP dan SMK di pulau
Karimunjawa dengan jarak tempuh sekitar 1,5 jam perjalanan laut naik kapal
nelayan. Itu pun tidak setiap hari ada, Jadi konsekuensinya harus indekost atau
tinggal di asrama. Tak heran jika pulau ini secara perlahan tapi pasti banyak
ditinggalkan masyarakatnya.
Masyarakat
Karimunjawa terutama yang tinggal di Pulau Genting lebih memilih untuk pindah
ke Jepara. Disana mereka tidak untuk
bekerja tetapi untuk sekolah. Keinginan masyarakat untuk meningkatkan kebutuhan
belajar agar berkembang mereka merelakan meninggalkan kampung dimana mereka
dilahirkan demi meraih cita – cita.
Tingkat pendidikan yang masih rendah juga bisa disebabkan karena
keterbatasan anak – anak untuk belajar karena harus membantu orangtua dan
keterbatasan penerangan dimalam hari karena disana menggunakan PLTD. Dan tidak
semua rumah masyarakat disana diterangi karena factor ekonomi.
Perkembangan di Karimunjawa
Bagi
masyarakat Karimunjawa, kurangnya sarana pendidikan bukan membuat mereka patah
semangat. Secara swadaya, mereka membangun sekolah-sekolah yang diharapkan
mampu memenuhi kebutuhan pendidikan konvensional sekaligus pendidikan agama.
Kebutuhan
fasilitas sekolah baru, terutama sangat diperlukan bagi daerah tersebut.
Ketidakmerataan fasilitas pendidikan, terutama di daerah pulau Genting dan
daerah terpencil sering mengundang tanya apa dan mengapa hal itu bisa terjadi.
Untuk memenuhi dan memeratakan kebutuhan masyarakat akan fasilitas sekolah.
Pendidikan
di Karimunjawa sudah menjangkau sampai tingkat SMU.
Selain memiliki sekitar 14 SD, Karimunjawa
juga memiliki satu SMP,
Madrasah Tsanawiyah
(MTs), dan SMK Negeri jurusan
Budidaya Rumput Laut serta Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan yang merupakan
sekolah gratis, serta satu Madrasah Aliyah
di Kemujan. Hal ini menjadi kebutuhan belajar disana menjadi tidak rendah lagi
dari sebelumnya.
Masyarakat Karimunjawa juga antusias adanya pendidikan NonFormal disana.
Dan adanya PKBM Dewadaru melaksanakan Program KWD Vokasi dengan jenis
ketrampilan yang dilatihkan Pembibitan Rumput Laut, merupakan jenis ketrampilan
budidaya untuk menanggulangi krisis bibit petani dengan kualitas yang bermutu
dan varietas unggul yang tidak tercampur dengan jenis rumput laut lainnya.
Dalam pelatihan yang telah diselenggarakan ini penekanannya pada keahlian
mengidentikasi berbagai varietas, menyelenggarakan teknik budidaya yang tepat,
memanipulasi kondisi perairan untuk meminimalisir kendala alam, managemen usaha
dan pemandirian usaha. Oleh karena itu peserta dibekali dengan pengetahuan
tentang rumput laut, survey lokasi dan pengamatan kualitas air, penyeleksian
bibit unggul, pembuatan media tanam yang tepat, cara tanam yang benar,
pemeliharaan dan pengukuran laju pertumbuhan, mengenal peluang pasar, dan
konsep wirausaha.
Hasil
Pembelajaran
|
1.
Terampil dan mandiri membudidayakan rumput laut
2.
Menciptakan lapangan kerja baru bidang nursery
rumput laut khususnya di pulau gentin
|
Manfaat
bagi setiap warga belajar
|
Meningkatkan
ketrampilan bengkel las & perbengkelan mesin kapal untuk membuka dan
mengembangkan usaha
|
Manfaat
bagi kelompok warga belajar
|
Meningkatkan
pengetahuan, mencari solusi kendala kerusakan mesin secara bersama, forum
komunikasi untuk berbagi pengalaman dan kesuksesan usaha perbengkelan
|
Manfaat
bagi warga desa vokasi
|
Mendapatkan
civil efect dari perbengkelan, membuka peluang bisnis baru bidang
onderdil, alat, bahan yang dibutuhkan perbengkelan
|
Adanya
rumah baca yang awalnya bertujuan mendukung gerakan pemberantasan buta aksara. Semacam
gerakan peduli terhadap aksarawan dalam memelihara dan meningkatakan kemampuan
baca tulis. Namun dalam perkembangannya ternyata dapat
memberikan kesempatan yang lebih luas kepada masyarakat untuk memperoleh pengetahuan, peradaban, sains, teknologi, informasi dan komunikasi.
Diharapkan mereka dapat mengelola sumber daya alam yang berkesinambungan dan
sinergi dengan kearifan lokal melalui berbagai koleksi yang dipinjamkan.
Sarana prasarana belajar lainnya yaitu berdirinya Warnet untuk kebutuhan
warga masyarakat agar tidak gagap teknologi (GAPTEK) dimasa kini. Adanya
fasilitas tersebut masyarakat tentunya menjadi tidak gaptek lagi dan bisa
browsing untuk bisa mencari info lebih mudah dan cepat tidak selalu membaca
Kabar yang sudah kadaluarsa di Koran. Dan juga adanya stasiun radio itu
termasuk sarana belajar warga masyarakat karimunjawa.
Konsep bermain sambil belajar serta belajar sambil bermain pada PAUD
merupakan pondasi yang mengarahkan anak pada pengembangan kemampuan yang lebih
beragam. Kebijakan pemerintah kabupaten akan ikut menentukan nasib anak serta
kualitas anak di masa depan.
Masa depan yang berkualitas tidak datang dengan tiba-tiba, oleh karena
itu lewat PAUD kita pasang pondasi yang kuat agar di kemudian hari anak bisa berdiri
kokoh dan menjadi sosok manusia yang berkualitas. Pendidikan
anak usia dini disana juga ada yang tersebar di beberapa pulau yang
berpenghuni. Dengan jumlah anak yang banyak dan umur anak yang bervariasi.
Karena daerah yang terpencil kegiatan Paud disana hanya ala sekadarnya saja
karena keterbatasan alat permainan belum sesuai
dengan jumlah anak. Walaupun begitu semua bertujuan untuk mencerdaskan
mejemuk anak.
Permasalahan dalam peningkatan
kualitas proses pembelajaran disana adalah Kurang memahami teknik menyusun rencana pembelajaran. Kurang memahami karakteristik anak dan memahami teknik penilaian proses hasil belajar. Karena
hampir semua guru nonformal belum memiliki sertifikat kompetensi.
Kebijakan
baru pemerintah tentang pendidikan kesetaraan merupakan kendala tersendiri bagi
masyarakat pulau genting yang ingin mengikuti program paket B atau C. Pada
dasarnya mereka sangat responsible jika ada program kejar paket. Hanya saja
sampai sekarang uluran pemerintah yang ditunggu-tunggu masyarakat pulau
terpencil ini tidak kunjung ada.
Nasib
para lulusan sekolah dasar yang ingin belajar baik melalui jalur formal maupun
nonformal sama-sama sulitnya, harus menyeberang 1,5 jam ke Karimunjawa. Mereka
sangat menanti uluran kebijakan pemerintah daerah agar tempat belajar bisa
diboyong ke pulau Genting.
Pola
pendidikan disana juga berisi tentang
pendidikan kecakapan hidup. Yaitu upaya pendidikan dalam meningkatkan kecakapan
seseorang untuk melaksanakan hidup secara tepat guna dan berdaya guna. Program
pendidikan Life Skill merupakan pendidikan yang dapat memberikan bekal
keterampilan yang praktis, terpakai, terkait dengan kebutuhan pasar kerja,
peluang usaha dan potensi ekonomi atau industri yang ada di masyarakat.
Homeschooling sebagai Alternatif Pengganti Sekolah
Formal
Model pendidikan ini justru sangat tepat menjadi alternatif untuk daerah
pulau-pulau kecil di kepulauan Karimunjawa seperti di pulau Nyamuk, dan pulau
Genting yang belum ada satu pun SMP dan sekolah formal yang sederajat dengan
itu, serta pulau-pulau lain yang belum tersedia lembaga / sekolah formal mulai
dari PAUD sampai SMU. Terlebih jika memperhatikan kecenderungan para perantau
pekerja wisata yang mengajak anak-anaknya tinggal bersama di asrama pemilik
resort, cottage, bungalow, villa yang tersebar di pulau-pulau kecil seperti
pulau Menyawakan, pulau Tengah, Sambangan, Geleang, dsb. Dalam kondisi
bagaimana pun dan di mana pun, anak harus mendapatkan pendidikan. Membiarkan
mereka begitu saja sama halnya menelantarkan anak. Pendidikan anak dalam
kondisi dan tempat seperti ini jangan ditafsirkan secara normatif, dalam arti,
si anak tidak harus keluar dari rumah, bertemu gedung yang bernama sekolah lalu
kemudian menyatu dengan kehidupan sosial di sekolah. Seandainya anak-anak
memang tidak mampu ke sekolah umum, maka homeschooling mampu menjadi sarana
untuk menyelamatkan martabat mereka sebagai seorang anak. Kelak ketika mereka
bertemu dengan anak-anak seusianya, maka pemikiran mereka bisa tetap
sama.
Tentu hal ini bukanlah hal yang mudah. untuk itu diperlukan suatu
pengetahuan yang lengkap tentang bagaimana mengelola homeschooling, bagaimana
kurikulumnya, bahan dan sumber belajar, teknik dan metode pembelajarannya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan sesuai dengan Latar Belakang dan Tujuan dan
manfaat kegiatan, bahwa Kuliah Kerja
Lapangan (KKL) merupakan kegiatan dalam rangka mengumpulkan data di
lapangan. Seperti dengan hasil pengamatan kebutuhan belajar di Karimunjawa. Tingkat
pendidikan di Karimunjawa masih rendah karena sebagian besar penduduknya
tidak/belum tamat SD. Maka kebutuhan belajar disana sangat dibutuhkan. Dan juga perkembangan disana meningkat adanya
pendidikan NonFormal yang sudah ada di Karimunjawa.
B. Saran
Dalam hasil
pengamatan adanya Kuliah Kerja Lapangan (KKL) diharapkan mahasiswa mengetahui
bagaimana kebutuhan belajar di Karimunjawa. Dan harapan untuk meningkatkan
kebutuhan belajar di Karimunjawa dengan cara KKN atau PPL disana yang bertujuan
mencerdaskan anak bangsa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar